src='http://misbahudin-dcaesga.googlecode.com/files/efek-salju.js'/>

teknologi hari pertanian

Sunday, 4 June 2017

Teknologi Bahan Penyegar_Mahasiswa THP'15 UNILA

PENGOLAHAN KOPI BUBUK
(Laporan Praktikum Teknologi Bahan penyegar)


Oleh

Juniarto                                   1514051024
Aziz Mahendra                       1514051028
















JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017



I.                   PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan di Indonesia yang banyak diusahakan oleh perkebunan rakyat, ± 92% dan produktivitas serta mutu kopi yang dihasilkan masih rendah (Lembaga Informasi Pertanian, 1992). Bagian tanaman kopi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bijinya yang diolah menjadi minuman dengan kandungan kafein dalam dosis rendah. Kafein ini mampu mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran menjadi segar.

Minuman kopi yang berperan sebagai perangsang (stimulant) membuat kopi digemari oleh banyak orang, tetapi minuman kopi bersifat mengganggu kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah yang terlalu banyak.  Struktur buah kopi tediri atas tiga bagian, yaitu lapisan kulit luar (excocarp), lapisan daging (mesocarp), lapisan kulit tanduk (endoscarp).  Biji kopi memiliki kandungan dari jenis dan proses pengolahan kopi. Perubahan ini disebabkan karena adanya oksidasi pada saat penyangraian. proses penyangraian merupakan salah satu tahapan yang penting, namun saat ini masih sedikit data tentang bagaimana proses penyangraian yang tepat untuk menghasilkan produk kopi berkualitas (Mulato,2002). 

Penyangraian merupakan proses yang tergantung waktu dan suhu, dimana senyawa-senyawa kimia di dalam kopi akan berubah dengan hilangnya massa kering kopi yang sebagian besar adalah karbondioksida dan gas volatile lainnya. sebagai produk pirolisis. Sekitar setengah dari karbondioksida yang dihasilkan akan tertahan dalam kopi yang telah disangrai bersama-sama dengan senyawa flavor penting yang bersifat volatile. Untuk itu pada praktikum kali ini dilakukan penyangaian kopi beras untuk membuat kopi bubuk dengan lama penyangraian yang berbeda beda untuk mengetahui tingkat aroma, warna dan rasa ( Wood, 1985).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. Mahasiswa diharapkan terampil membuat kopi bubuk






II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penyangraian

Penyangraian menurut bahasa berasal dari kata sangrai yang artinya menggoreng tanpa minyak. Sehingga penyangraian dapat di artikan sebagai proses menggoreng bahan tanpa menggunakan minyak. Sehingga bahan yang diolah menggunakan penyangraian adalah biji kopi, kakao, dan biji kacang-kacangan lainnya .Menurut Mawaddah (2012) penyangraian adalah proses pindah panas baik tanpa media maupun mengunakan pasir dengan tujuan  mendapatkan cita rasa tertentu. Contohnya penyangraian kerupuk, kopi, biji kakao, dan kacang.

2.2. Proses Penyangraian dan Alat yang Digunakan.

Pengolahan bahan pangan dengan cara penyangraian dapat dilakukan baik secara manual maupun menggunakan mesin. Penyangraian secara manual  menggunakan wajan baik yang terbuat dari besi maupun wajan yang terbentuk dari tanah. Proses penyangraian dengan menggunakan wajan yaitu terjadi perpindahan panas dari permukaan pemanas ke dalam bahan. Panas yang masuk ke bahan menyebabkan perubahan suhu dalam bahan. Panas yang menyebabkan perubahan trmperatur tersebut disebut dengan panas sensible. Kondisi ini akan berakhir ketika keadaan mulai jenuh yaitu bila suhu bahan semakin meningkat sampai mendekati suhu penyangraian. Keadaan seperti ini dapat diakibatkan oleh adanya panas latent penguapan yang menyebabkan terjadinya proses perubahan massa air yang terkandung dalam bahan.

Penyangraian juga dapat dilakukan menggunakan mesin penyangrai. Salah satu alat penyangrai yang berbasiskan teknologi  adalah alat sangrai yang telah dikembangkan oleh Badan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang dinamakan Roaster Prinsip kerjanya adalah suatu silinder (tempat penyangrai) yang dipanaskan dengan kompor bertekanan minyak tanah (burner), dan diputar dengan motor listrik, setelah suhu ruang sangrai  siap untuk proses penyangraian, motor penghisap biji, akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang penyangrai, dan proses penyangraian berlangsung, kemudian setelah kopi matang, kopi akan jatuh ke alat pendingin (tempering). Pada alat pendingin ini terdapat motor yang digunakan untuk mengaduk kopi dan blower untuk menghisap suhu panas kopi. Semua proses diatas berlangsung secara manual dengan cara menekan tombol ON/OFF pada panel kontrol untuk mengendalikan motor-motor pada alat tersebut (Pristianto,2008).

Sebuah penelitian merancang dan membuat kontrol untuk motor-motor pada mesin sangrai, sehingga  motor-motor  tersebut dapat bekerja secara otomatis, berdasarkan timer dan sensor-sensor yang dipasang pada roaster. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mekatronika, Divisi Industri Hilir dan Rekayasa Alat-Mesin,  Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Sistem kerja dari timer, sensor dan motor pada Roaster ini dikendalikan denganSmart Relay Zelio Logic SR3 B261BD. Prinsip kerja disain kontrol ini adalah sebagai berikut: saat tombol start ditekan motor penggerak silinder akan berputar, pintu sangrai  dan tempering akan menutup secara otomatis, pada proses ini sensor suhu akan mendeteksi  suhu  ruang sangrai untuk proses penyangraian (±150˚C), jika kondisi tersebut terpenuhi, mesin penghisap biji kopi akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang penyangrai, setelah  proses ini selesai, timer untuk durasi penyangraian akan  bekerja, setelah timer mencapai set waktu yang ditentukan (proses penyangraian selesai) motor penggerak akan membuka tutup sangrai, dan biji kopi akan jatuh ke tempat pendingin (tempering), pada waktu yang bersamaan dengan bekerjanya motor penggerak pintu sangrai, motor pemutar alat pengaduk biji kopi dan blower akan berkerja, proses ini akan terus berlangsung sampai pada suhu biji kopi yang sudah ditentukan(±30˚C). Selanjutnya  sensor suhu pada tempering akan memerintahkan smart relay untuk mengerakkan motor pembuka tutup tempering, sehingga biji kopi jatuh ke tempat yang sudah disediakan. Setelah proses ini selesai  sistem akan berhenti (Pristianto,2008).


2.3 Penyangraian Kopi

Proses penyangraian terjadi pengurangan bobot hingga 16%. Dua tahap yang terpenting didalam proses penyangraian adalah tahap penguapan air pada suhu 100 derajat Celsius dan tahap pyrolitas pada sushu 180 derajat Celsius. Pada pyrolisis ini terjadi berbagai perubahan komposisi kimia dan terjadi pengurangan bobot sebanyak 10%. Tingkat perubahan makin meningkat sejalan dengan peningkatan suhu penyangraian. Perubahan- perubahan yang terjadi selama proses penyangraian secara rinci adalah sebagai berikut:

2.3.1 Perubahan Sifat Fisik Biji Kopi
Perubahan sifat fisik terdiri dari perubahan kadar air, tekstur (kekerasan), dan warna.

2.3.2 Perubahan kadar air
Joko Nugroho (2009) menyatakan selama proses penyangraian berlangsung terjadi perpindahan panas dari media penyangraian ke bahan dann juga perpindahan massa air. Panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan. Perubahan massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan telah sampai pada kondisi jenuh, sehingga menyebabkan air yang terkandung dalam bahan berubah dari fase cair menjadi uap. Perubahan kadar air yang terjadi selama penyangraian mengakibatkan terjadinya prubahan berat kopi hasil penyangraian. Perubahan berat tersebut sebanding dengan perubahan kadar airnya.
Sivetz dan Foote (1973) dalam Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan bahwa pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi turun cepat pada awal penyangraian dan kemudian akan berlangsung relative lambat pada akhir penyangraian. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat air (difusi) didalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji kopi, kecepatan penguapan menurun karena posisi molekul air terleetak makin jauh dari permukaan biji.

2.3.3 Perubahan Tekstur
Perubahan tekstur bekaitan dengan adanya perubahan kadar air dalam biji kopi dan variasi suhu serta waktu/lama penyangraian. Semakin tinggi suhu maka kekerasan biji kopi akan semakin kecil. Dimana suhu mempengaruhi laju penguapan kadar air dalam biji yag selanjutnya kan berpengaruh pula terhadap laju perubahan kekerasan biji. Ketika suhu lebih tinggi, kadar air bahan akan lebih cepat turun sehingga menyebabkan kopi menjadi empuk (Nugroho dkk,2009).

2.3.4 Perubahan Warna
Warna suatu komoditi hasil pertanian ditentukan oleh pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia. Pigemn sangat peka terhadap pengaruh kimia dan fisik selama pengolahan terutaman panas. Perubahan warna menjadi coklat tua disebabkan karena karamelisasi gula menjadi warna cokelat tua. Selain itu perubahan warna dapat ditimbulkan dari reaksi kimia antara gula dan asam amino dari protein yang dikenal sebagai reaksi pencoklatan non-enzimatik atau reaksi Maillard (Sari, 2001).

Menurut Joko Nugroho (2009), pada penyangraian dengan suhu tinggi sekitar 200 dan 220 derajat Celsius menyebabkan terjadinya perubahan warna biji kopi menjadi kecoklatan dan makin gelap. Hal ini terjadi karena adanya reaksi Maillard yang mengakibatkan munculnya senyawa bergugus karbonis (gugus reduksi) dan bergugus amini. Reaksi Maillard adalah reaksi browning non-enzimatik yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul tinggi. Ketidakseragaman warna biji kopi sebelum penyangraian warna yang diperoleh tidak seragam. Hal ini mengakibatkan tingkat pencerahan (lightness) yang diperoleh tidak stabil. Namun secara umum data yang diperoleh dapat menggambarkan adanya perubahan warna kecerahan padda biji kopi selama penyangraian.

2.3.5 Perubahan Sifat Kimia Biji Kopi
Perubahan sifat kimia biji kopi berkaitan dengan rasa kopi. Rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi senyawa seperti: karbohidrat, alkaloid, asam klorogenat, senyawa volatile dan trigonellin. Pada penyngraian terjadi banyak kehilangan (losses) akibat terdegredasi. Karbohidrat terdegredasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhanayang menghasilkan rasa manis.Alkaloid yaitu kafein yang mengalami sublimasi kafeol. Kafein meiliki rasa pahit yang kuat selain assam klorogenat dan trigonellin. Kafein memberikan kontribusi sebanyak 10% dalam pembentukan rasa yang sangat pahit.Asam klorogenat terdekomposisi sebanyak 50 % selama penyangraian dan akan hilang pada derajat penyangraian “heavy roast”. Sedangkan trigonellin hanya 15 % terdekomposisi untuk setiap penyangraian. Pembentukan senyawa folatil terjadi pada menit-menit terakhir penyangraian. Pembentukan senyawa volatile terjadi pada tahap pyrolisis. Phyrolisis terjadi pada suhu 200 derajat Celsius (Sari, 2001).

Menurut Ciptati dan Nasution (1981) dalam Sari (2001) menyatakan pembentukan senyawa volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses penyangraian, yaitu tenrjadinya phyrolisis gula, karbohidrat dan protein di dalam struktur sel biji. Selama proses phyrolisis terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat, dan berbagai jenis asam lainnya, aldehida, dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO2, sulfida, dan lain-lain.




III METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
Alat alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, nampan peniris, penyangrai, sudip, mortar, kantung plastik, sealer dan kertas koran. Bahan baku yang digunakan adalah kopi beras yang sudah disortasi dari benda asing.

3.2 Metode
Langkah langkah yang harus dilakukan pada praktikum ini adalah diambil kopi beras yang sudah dilakukan penyortiran dari benda asing, kemudian ditimbang. Lalu kopi disangrai dengan alat penyangrai dengan perlakuan waktu yang berbeda beda ( 15 menit, 20 menit, 25 menit dan 30 menit). Setelah disangrai, diamkan terlebih dahulu untuk beberapa saat. Ditimbang kopi setelah dingin untuk mengetahui berat awal dan berat kopi. Ditumbuk kopi dengan menggunakan mortar agar kopi beras berubah menjadi kopi bubuk. Diambil 5 gram kopi bubuk untuk diseduh. Kemudian diseduh kopi dengan menggunakan air panas. Diamati bau, aroma dan rasa. 



IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan praktikum ini didapatkan data pengamatan sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Kopi Setelah Penyangraian
Lama Penyangraian
Kelompok
Warna
Aroma
Rendemen (%)
Gambar

15 menit
Kelompok 1
2
4
127,48

Kelompok 2
3
2
111,28

20 menit
Kelompok 3
3
4
128

Kelompok 4
4
4
122,91

25 menit
Kelompok 5
3
4
117

Kelompok 6
4
4
140

30 menit
Kelompok 7
1
4
127,67

Kelompok 8
4
4
124,44



Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Kopi Seduh (Kopi Bubuk)
Lama Penyangraian
Kelompok
Warna
Aroma
Rasa
Gambar
15 menit
Kelompok 1
2
5
5

Kelompok 2
3
2
5

20 menit
Kelompok 3
4
4
4

Kelompok 4
1
4
4

25 menit
Kelompok 5
2
4
4

Kelompok 6
1
4
2

30 menit
Kelompok 7
2
4
4

Kelompok 8
2
4
4




4.2 Pembahasan

Pengolahan kopi bubuk kunci yang paling dilihat dari proses adalah penyangraian. Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi.
Dalam menilai rasa, aroma, dan kenampakkan dari biji-biji kopi kering, biji-biji tersebut harus disangrai dahulu. Pada praktikum ini waktu penyangraian bervariasi yaitu 15, 20, 25, dan 30 menit. Kemudian kopi yang telah disangrai dihaluskan dengan tumbukan mortar dan dilakukan pengayakan. Setelah itu bubuk kopi ditimbang sebanyak 5 gram diseduh dengan air mendidih. Setelah air seduhan kopi di uji organoleptik dan dinilai.
Berdasarkan hasil pengamatan, kopi menunjukkan warna coklat yang disangrai selama 15, 20 dan 25 menit, warna kopi coklat kehitaman selama 20, 25 dan 30 menit, berwarna hitam disangrai selama 30 menit. Aroma yang ditimbulkan yang disangrai selama 20, 25, dan 30 menit dapat tercium aroma khas kopi,  disangrai selama 15 aromanya agak tercium aroma asing Menurut Noor dkk  (2015), terjadi seperti swelling, penguapan air, terbentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang khas pada kopi. Kesukaan praktikan cenderung terhadap mutu kopi yang disangrai selama 20, 25, dan 30 menit, sedangkan untuk kopi yang disangrai selama 15 menit praktikan lebih cenderung kurang suka.

Data pengamatan tersebut menunjukkan bahwa pada mutu kopi semakin lama waktu penyangraian maka warna hitam akan semakin menonjol. Hal ini sudah sesuai teori yang menyatakan bahwa semakin lama waktu penyangraian maka warna kopi akan semakin hitam.
Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Tahap selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi (mailard) menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat. Berdasarkan hasil penelitian Tran dkk (2014) perubahan aroma dan rasa selama penyangraian ada lima jenis senyawa dianalisis dalam percobaan ini, isi trigonelina, akrilamida, tanin dan asam chlorogenic kopi beras yang tertinggi. Sebagai tingkat menyangrai dan suhu meningkat, kandungan senyawa ini menurun.

Kopi beras yang telah disangrai kemudian dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi bubuk. Dengan demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air penyeduh. Waktu penyangraian selama 20 menit ternyata telah mampu untuk mengeluarkan aroma khas kopi pada air seduhan kopi. Semakin lama waktu penyangraian aroma kopi justru berkurang. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas didalam seduhan makin berkurang secara signifikan sehingga aroma yang dihasilkan akan berkurang juga. Hal ini sama pada penelitian Tran dkk (2014) yang menyatakan kandungan asam klorogenat tertinggi di kopi beras sebelum proses penyangraian, dan kemudian menurun dengan meningkatnya derajat memanggang dan suhu. Dalam derajat memanggang yang berbeda, kandungan asam klorogenat nyata menurun dengan meningkatnya derajat memanggang.

Rendemen adalah perbandingan antara berat kopi bubuk dibandingkan berat kopi beras. Nilai rendemen tertinggi  yaitu 140% diperoleh pada waktu penyangraian 25 menit, 128% pada waktu penyangraian 20 menit, 127,67% pada waktu penyangraian 30 menit dan terendah yaitu 111,28% pada waktu penyangraian 15 menit. Selain karena proses sangrai, susut berat juga terjadi selama proses penghalusan karena partikel bubuk yang sangat halus terbang kelingkungan akibat tumbukan  pemukul mortar penghalus sehingga hasil yang diperoleh menyimpang dengan teori yang menyatakan bahwa penurunan berat biji kopi selama penyangraian akan menyebabkan nilai rendemen berkurang sesuai dengan lama penyangraian. Kulit biji kopi yang ikut atau hilang dalam proses penghalusan juga dapat mempengaruhi banyaknya rendemen yang dihasilkan.
Saat hasil kopi seduh total padatan terlarut pada kopi menunjukkan peningkatan, semakin lama waktu penyangraian maka semakin tinggi total padatan terlarut. Semakin tinggi total padatan terlarut maka semakin baik mutu dari kopi tersebut karena semakin banyak zat-zat yang terlarut pada saat penyeduhan.













V.KESIMPULAN


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:
1.             Warna mulai berubah menjadi coklat pada penyangraian selama 20, 25  dan 30 menit
2.             Aroma khas kopi mulai muncul pada lama penyangraian 20, 25 dan 30 menit
3.             Rasa kopi khas terasa sangat tajam saat penyangraian selama 15 menit pada ulangan pertama dan kedua
4.             Nilai rendemen tertinggi  yaitu 140% diperoleh pada waktu penyangraian 25 menit dan terendah yaitu 111,28% pada waktu penyangraian 15 menit
5.             Perubahan sifat fisik diantaranya adalah perubahan tekstur, dan warna, sedangkan sifat kimia yang berubah selama penynagraian adalah kandungan bahan yang ada dalam biji kopi sehingga munculnya aroma dan rasa  khas kopi.

















DAFTAR PUSTAKA


A.M. Noor Aliah., A.M. Fareez Edzuan., and A.M. Noor Diana. 2015. A Review  of Quality Coffee Roasting Degree Evaluation. Journal of Applied Science and Agriculture, Universiti Teknologi Petronas, Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, 31750 Tronoh, Perak, Malaysia. 10 (7) Special 2015, Pages: 18-23
Ciptadi dan MZ Nasution. 1985. Pengolahan Kopi. Agro Industri Press: Bogor.

Mawaddah Atin, 2012. “Teknologi pengolahan pangan”.
http://id.shvoong.com/experiences/bioengineering- and  biotechnology/ 2346594 teknologi-pengolahan-pangan. . [diakses kamis, 13 April 2017]
           
Nugroho, Joko., Julianty Lumbanbatu., Sri Rahayoe., 2009. Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian: Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian, Terhadap Sifat Fisik-Mekanis Biji Kopi Robusta.Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA. Mataran 
Pristianto, Eko Joni, 2008. “Otomatisasi Sistem Mesin Sangrai (Roaster) Berbasis Smart Relay Zelio Logic SR3 B261BD di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia”. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Jember.
Sari, Lusi Intan., 2001. Skripsi: Mempelajari Proses Pengolahan Biji Kopi Bubuk Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan Tekanan Rendah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 
Sivetz, M dan H.E,Foote. 1973. Coffee Processing Technology Vol I. The Avi Publishing Company Inc
Tran, Van Cuong., Liu.H.Ling., Guo K Quan, Tran D Tiep., Xia Nan., Chen X Qing., and Tran L Linh.2014. Effect Of Roasting Conditions On Several Chemical Constituents Of Vietnam Robusta Coffee. Food Technology. The Annals of the University Dunarea de Jos of Galati,Vietnam. 38(2):43-56 



 Download File_ Here Link










0 comments:

Post a Comment